Surat Terakhir Nadia Untuk Ayah
"Sesuatu yang berharga, kadang baru akan terasa benar-benar berharga ketika kita kehilangannya".
Bunda mau kemana? Tanya Nadia, gadis berseragam putih biru itu baru saja pulang dari sekolah la memperhatikan Diana-Sang bunda yang sudah menyeret kopernya keluar dari kamar dan Bram ayahnya yang duduk termenung dengan tatapan kosong di sofa ruang Keluarga.
Tak ada jawaban, wanita paruh baya yang dipanggilnya bunda itu melewatinya begitu saja tanpa menoleh Sedikit pun padanya. Wanita itu tak peduli Nadia memanggilnya berkali-kali. Kini Nadia menatap ayahnya yang masih saja terdiam. " Ayah, Bunda mau pergi, kok ayah diam aja?" Tanyanya lagi pada Bram yang Kini memalingkan wajah, tak ingin melihat ke arah putrinya.
"Biarin aja" Sahutnya dingin membuat Nadia tak habis pikir dengan tingkah ayahnya itu. Ia segera ber lari keluar menyusul Diana, namun langkahnya tercegat kala melihat Seorang pria berbalut jas hitam dan kacamata hitam yang bertengger di matanya layaknya bos di perusahaan-perusahaan. Pria itu menggandeng tangan Diana lalu membukakan pintu mobil untuknya. Nadia Sempat melihat Diana melirik Sekilas pada nya.
Sepersekian detik, Nadia cukup paham apa yang tengah terjadi. Sudah Sebulan berlalu banyak yang berubah dari Sikap Nadia. Gadis yang biasanya ceria itu akhir-akhir ini lebih banyak diam, tak pokus belajar karena melamun dan kadang menyendiri.
"Nad, kamu kenapa sih? Dari tadi diam aja" Tanya Tiara, sahabat dekat Nadia. Nadia hanya menggeleng. Seraya berusaha tersenyum, namun Tiara tahu. Sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja. Perubahan Sikap Nadia membuat Tiara khawatir.
"Nadia, aku Sahabat kamu. kalau kamu punya masalah, kamu bisa cerita ke aku. Jangan di pendam sendiri!" Tutur Tiara membuat Nadia merasa sedikit tenang.
"Makasih ya Nad, kamu memang Sahabat baik aku, tapi bener kok. Aku enggak apa-apa" Ujar Nadia dengan Senyum hangatnya. Nadia memang tidak bercerita apa apa pada Tiara tentang kedua orang tuanya yang Sudah berpisah dan semua masalah yang sedang dialaminya. Menurut Nadia, lebih baik ia menyimpan luka nya Sendiri. Ia tak mau membagi luka itu dengan orang lain.
Sepulang Sekolah, Nadia harus menghela napas gusar melihat kedaan rumah yang berantakan. Banyak barang dan serpihan kaca bertebaran dilantai. Lalu mata sendunya terarah pada pria yang sedang terlelap diatas sofa dengan seragam kantor yang masih belum di ganti dan sepatu yang tak dilepas.
Setelah ayah dan bundanya berpisah karena sang bunda yang pergi meninggalkan ayahnya bersama pria lain karena ayahnya terancam bangkrut. beginilah Jadinya. Bram Sering mengamuk, melampiaskan segala amarahnya pada barang-barang di sekitarnya, bahkan kepada Nadia.
Nadia mendekati ayahnya lalu melepas Sepatu Serta Kaos Kaki Sang ayah. Nadia begitu menyayangi pria itu, Super hero Nadia, pahlawan Nadia dan Segalanya bagi Nadia. Manik mata Nadia menatap lekat - lekat wajah ayahnya yang masih terlelap, wajah itu seperti sangat kelelahan "Yah, Nadia Sayang sama ayah" Ujarnya lalu mengecup puncak kepala Bram.
"Ampun Yah, ampun" Nadia merintih kesakitan, gadis Itu menangis kala tubuhnya ditendang berkali-kali oleh ayahnya Sendiri hanya karena nilai ulangan matematikanya dibawah nilai 80. Sakit, tapi la pun tahu sekarang hatinyalah yang lebih terluka "Anak gak guna, apa yang bisa dibanggain dari kamu? Ha? Saya nyesel ngebesarin kamu" Teriak Bram, kakinya tak berhenti bergerak menyakiti tubuh putrinya.
"Maaf Ayah, maaf!"
Nadia gadis itu baru saja Kembali dari sebuah toko yang tak jauh dari rumah nya. Bibirnya tak berhenti tersenyum, tangannya membawa Kotak kecil di tangannya.
"Bawa apa kamu?" Suara berat itu mengagetkan, Nadia, la Sontak menoleh kearah Sumber Suara. Ia menyembunyikan Kotak yang dipegangnya di balik punggung. tubuh Nadia bergetar hebat mendapat Sorotan mata tajam dari sang ayah.
Kamu nyembunyiin apa itu?" Tanya Bram lagi karena belum mendapat jawaban, Nadia menggeleng membuat Bram menghampiri dan lansung merebut kotak kecil yang Nadia Sembunyikan. "Dapat dari mana kamu? Kamu Nyuri?" Tanya Bram tegas setelah melihat isi kotak itu adalah jam tangan merek terbaru yang pastinya cukup mahal.
Nadia menggeleng cepat "Enggak, Nadia gak nyur_
Tanpa mendengarkan penjelasan Nadia, Bram langsung menyeret Nadia masuk ke kamarnya lalu memukul nya tanpa ampun. Nadia hanya dapat menangis, rintihan yang mampu membuat siapapun yang mendengar. nya akan terenyuh. Bram baru berhenti Saat tangannya tanpa sadar memukul kepala Nadia dengan Vas bunga yang ada di atas Nakas.
Tubuh Nadia Jatuh lemas di atas lantai dingin kamarnya. Darah Segar bercucuran dari kepalanya. Kali ini tubuh Bram yang bergetar hebat Saat menyentuh pergelangan tangan Nadia.
Nadinya tak berdenyut.
Awalnya, Bram tak ingin percaya, namun kenyataan nya putrinya itu tak lagi bernapas. Ia berlutut lemas di samping tubuh Nadia. Air mata keluar begitu saja, "Nadia?" panggilnya berharap putrinya itu menjawabnya. Namun tidak, Nadia diam dengan mata terpejam.
Bram langsung membawa tubuh putrinya yang sudah bak bernyawa itu dalam pelukannya "Nadia, bangun Sayang! Maafin ayah Tuturnya namun dirinyan sendiri pun tahu kalau Nadia tak akan bisa lagi menjawabnya. Bram melepas pelukannya dan membaringkan tubuh itu dengan hati-hati.
Matanya tertuju pada kotak jam tangan yang tadi dilemparnya ke hadapan Nadia. isinya sudah berhamburan di lantai. Terlihat sebuah kertas yang masih ada dalam kotak.
Bram meraih kertas yang terlipat itu, lalu membukanya.
"Assalamualaikum super hero nya Nadia :)
Selamat ulang tahun ya Ayah (sambil tersenyum) Ini Kado dari Nadia buat ayah, Nadia ngumpulin uang Jajan Nadia buat beli jam tangan ini buat Ayah. Semoga ayah suka ya. Ayah tau gak, Nadia kangen banget liat ayah senyum lagi kayak dulu. Nadia rindu di peluk ayah. Tapi gak papa deh, Nadia udah cukup bahagia liat ayah masih hidup dan sehat Sehat sampai sekarang. Nadia Sayang banget sama ayah. Maaf yah ayah, Nadia Sering bikin ayah marah. Tapi Nadia tau kok Kalau ayah Sayang banget sama Nadia.
Cuman itu dari Nadia, Sehat - Sehat terus ya Ayah"
Dari Nadia untuk Ayah.
Bram menangis Sejadi-jadinya, ia sendiri lupa hari ini ulang tahunnya. Tapi Nadia? Putrinya yang sering ia sakiti itu ingat hari bahagianya. Hati Bram Semakin sesak. la tidak percaya dirinya telah menyakiti anak yang sangat menyayanginya.
~Flashback On.
Nadia tersenyum melihat sebuah jam tangan merek terbaru dari balik kaca toko Jam tangan yang tak jauh dari rumahnya. Ia ingat minggu depan adalah hari ulang tahun ayahnya. Gadis itu bertekad mulai besok, la akan menabung uang jajannya untuk membeli Jam tangan itu. Dan itu benar-benar la lakukan. Bahkan gadis yang duduk di bangku kelas 8 SMP itu bekerja menjadi tukang cuci piring di sebuah warung bakso pinggir Jalan dan mendapat upah 20.000 perhari.
Seminggu berlalu dan akhirnya la dapat membeli jam tangan yang diinginkannya.
Flashback off
Ayah? Kok ayah nangis?" Suara itu membuat Bram menoleh dan menemukan wajah tersenyum Nadia di ambang pintu. Bram terkejut, la berdiri dan menghampiri sumber suara. Lama Bram menatap wajah itu dengan air mata yang terus berjatuhan.
"Jangan nangis, Yah! Hari ini, hari ulang tahun Ayah. Ayah tau? Nadia Sayang banget sama ayah. Ayah pengen liat ayah senyum. Nadia pengen dipeluk ayah" Bram tersenyum mendengarnya, tapi tangisnya tak berhenti.
"Nadia" Bram maju, hendak memeluk tubuh Nadia, Namun sosok itu menghilang entah kemana dan Bram Sadar itu hanya ilusinya saja. Nadia, putrinya sudah tiada, tubuh gadis itu masih terbaring di lantai yang dingin.
Referensi gambar Ilustrasi:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzpJR7RoK2PIaLHoB3f3zW06OR2qBBr50OB9V0wOLTNDv2fJbPh3MW2R0OTB40S6Pl3-jsscBZ1l1s7HmUW3wbYtp4Jt_oJWfZv_HoOBpg92KI0RJSTqWDDYE82wpdtgY7WS8h4G9Smrs5/s1600/V000022BBlazer2BMurah2BHarga2BGrosir2BTerbaru2BCalvin2Bwarna2BHitam-2BViostashop.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEiNU8snaHvGnZmH3LO52Qx0p9M29Id0fiZF3EB3x2xnjK0GQik3bVJlffL7mwuebfSvR2UbMQp488EroirpmJSh06Zqlx-SKck5uh8kIIQjHKZPGh3-IK1zqwLJ-T9hafbd_kL5Pag5L_1TbNkaxpfiErpQZLsuzb2bFv3XUAh5Io_717fwzgwp7n5nsGJWmsA8khC3BkcH5gsA1dCKTl1PGinEI0V7=w1200-h630-p-k-no-nu
Template : Canva.com
Tidak ada komentar